Sabtu, 13 Maret 2010

PENCEMARAN AIR

Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.


Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.


Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.


Pencemaran air

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia.


Ciri-ciri Pencemaran

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia atau mineral terutama oleh zat-zat atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan. Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar adalah sebagai berikut:
a. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung dibuang ke lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan mikroorganisme lainnya.
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai berkisar pH berkisar antara 6,5 – 7,5.
c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan normal dan bersih pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih, tetapi hal itu tidak berlaku mutlak, seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya pencemaran. Apabila air memiliki rasa berarti telah terjadi penambahan material pada air dan mengubah konsentrasi ion Hidrogen dan pH air.
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. Bahan buangan yang berbentuk padat, sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air besama koloidal, sehingga menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis.
e. Adanya mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari limbah industri ataupun domestik. Bila bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, maka mikroorganisme akan ikut berkembangbiak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembangbiak pula.
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari berbagai kegiatan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik efek langsung maupun efek tertunda.


Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_air

di akses tanggal 14 Maret 2010 02.13


Jumat, 12 Maret 2010

BAKU MUTU LIMBAH

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 3 Tahun 1998
Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan
Industri
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang :
1. bahwa dalam rangka untuk melestarikan lingkungan hidup agar
tetap bermanfaat bagi manusia serta makhluk hidup lainnya perlu
dilakukan upaya pengendalian terhadap pembuangan limbah cair
ke media lingkungan;
2. bahwa kegiatan pembuangan limbah cair oleh kawasan industri
mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup,
oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian;
3. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air
sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air, perlu ditetapkanlebih lanjut Baku Mutu Limah
Cair;
4. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas dipandang perlu
menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri;
Mengingat :
1. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3257);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993
tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Menteri Negara;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994
tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996
tentang Kawasan Industri;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU
MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan
Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri;
2. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang
mengusahakan pengembangan dan/atau pengelolaan Kawasan
Industri;
3. Baku Mutu Limbah Cair Kawasan Industri adalah batas maksimum
limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup dari
suatu Kawasan Industri;
4. Limbah Cair Kawasan Industri adalah limbah dalam bentuk cair
yang dihasilkan oleh kegiatan Kawasan Industri yang dibuang ke
lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan hidup;
5. Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan
dengan debit, kadar dan beban pencemar;
6. Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup;
7. Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup;
8. Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi
yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup;
9. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan
hidup;
10. Bapedal adalah badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
11. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota dan Gubernur Kepala Daerah
Istimewa.
Pasal 2
(1) Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri yang telah
mempunyai Unit Pengolah Limbah Terpusat adalah sebagaimana
tersebut dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2) Bagi Kawasan Industri yang belum mempunyai Unit Pengolah
Limbah Terpusat berlaku Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis
industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Kadar maksimum dari masing-masing parameter atau debit limbah
maksimum sebagaimana tersebut dalam lampiran I Keputusan ini
dapat dilampaui sepanjang beban pencemaran maksimum tidak
dilampaui.
(4) Perhitungan beban pencemaran maksimum adalah sebagaimana
dalam Lampiran II Keputusan ini.
(5) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam
5 (lima) tahun.
Pasal 3
Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter Baku
Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini
dengan persetujuan Menteri
Pasal 4
(1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
Keputusan ini.
(2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih
ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini maka berlaku
Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana diatur dalam Keputusan ini.
Pasal 5
Apabila analisis mengenai dampak lingkungan untuk kawasan industri
mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah
Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kawasan industri
tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang
dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan.
Pasal 6
(1) Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri wajib
untuk :
a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah
cair yang dibuang ke lingkungan hidup tidak melampaui
Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air
sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke
lingkungan;
c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan
melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair
sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Keputusan ini
secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam
sebulan;
e. Memisahkan saluran pembuangan limbah air dengan
limpahan air hujan;
f. Menyampaikan laporan tentang luas lahan yang terpakai,
catatan debit harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah
Cair sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali kepada Kepala
Bapedal, Bapedalda Tingkat I, Bapedalda Tingkat II, Instansi
Teknis yang membidangi kawasan industri, dan instansi lain
yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 7
Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri dilarang
melakukan pengenceran limbah cair.
Pasal 8
Apabila Baku Mutu Limbah Cair kegiatan kawasan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), telah ditetapkan sebelum Keputusan
ini:
(a) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku
Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku;
(b) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu
Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini
wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini selambat-lambatnya 1
(satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.
Pasal 9

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Januari 1998
Menteri Negara Lingkungan
Hidup,

Ttd
Sarwono Kusumaatmadja

LAMPIRAN I

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 03/MENLH/1998
Tanggal : 15 Januari 1998
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Januari 1998
Menteri Negara Lingkungan Hidup

Ttd
Sarwono Kusumaatmadja

Salinan sesuai dengan aslinya
Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup
Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian

ttd.
Hambar Martono

LAMPIRAN II
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 03/MENLH/1998
Tanggal : 15 Januari 1998
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI,
PENJELASAN TENTANG PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN MEKSIMUM
UNTUK MENENTUKAN MUTU LIMBAH CAIR

Penerapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui penetapan
beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam lampiran I
berdasarkan pada jumlah unsure pencemar yang terkandung dalam aliran limbah
cair. Untuk itu digunakan perhitungan sebagai berikut :
1. Beban Pencemaran Maksimum
BPM = (Cm)j x Dm x A x f . . . . . . . . . . . . . . . . (II.1.1)
Keterangan :
BPM = Beban Pencemaran maksimum yang diperbolehkan,
dinyatakan dalam kg parameter per hari.
(Cm)j = Kadar maksimum parameter j seperti tercantum dalam
lampiran I Keputusan ini, dinyatakan dalam mg/l.
Dm = Debit Limbah cair maksimum seperti tercantum dalam
lampiran I, dinyatakan dalam L limbah cair per detik per
hectare.
A = Luas lahan kawasan yang terpakai, dinyatakan dalam hectare
(HA).
f = factor konversi = 1 kg * 24 x 3600 detik = 0,086 …
(II.1.2)
1.000.000 mg hari
2. Beban pencemaran sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut :
BPA = (CA)j x (DA) x f . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( II.2.1)
Keterangan :
BPA = Beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg
parameter per hari
(CA)j = Kadar sebenarnya parameter j, dinyatakan dalam mg/l.
DA = Debit limbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam liter/detik
F = faktor konversi = 0,086
3. Evaluasi
Penilaian beban pencemaran adalah :
BPA tidak boleh melewati BPM
4. Contoh penerapan
Data yang diambil dari lapangan untuk penerapan Baku Mutu Limbah Cair
Kawasan Industri adalah :
- Luas areal kawasan industri yang terbangun (A) [hectare, HA]
- Kadar sebenarnya (CA) untuk setiap parameter [mg/l]
- Debit limbah hasil pengukuran (DA) [liter/detik]
Contoh perhitungan :
Suatu kawasan industri mempunyai luas lahan kawasan terpakai 1.500
hektare. Parameter dari Lampiran I yang akan dijadikan contoh perhitungan
adalah parameter (j) BOD.
Dari Lampiran I diketahui :
- Debit maksimum yang di perbolehkan (Dm) = 1 l/det/Ha
Untuk parameter BOD diketahui :
- Kadar maksimum (Cm) = 50 mg/liter
- Beban maksimum yang diperbolehkan = 4,3 kg/hari/HA
Data lapangan
- Kadar BOD hasil pengukuran (CA) = 60 mg/liter
- Debit hasi pengukuran (DA) = 1.000 l/det
- Luas lahan Kawasan terpakai (A) = 1.500 HA
Beban pencemaran maksimum parameter BOD yang diperbolehkan untuk
kawasan Industri tersebut (persamaan II.1.1) adalah :
BPM = Cm x Dm x f x A
= 50 x 1 x 0,086 x 1.500
= (4,3 kg/hari/HA) x 1.500 HA
= 6.450 kg/hari
Beban pencemaran sebenarnya untuk parameter BOD kawasan industri
tersebt (persamaan II.2.1) adalah :
BPA = CA x DA x f
= 60 x 1.000 x 0,086
= 5.160 kg/hari
Dari contoh diatas BPA (5.160 kg/hari) lebih kecil dari pada BPM (6.450
kg/hari), jadi untuk parameter BOD kawasan tersebut memenuhi Baku Mutu
Limbah Cair.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Januari 1998
Menteri Negara Lingkungan
Hidup,

ttd
Sarwono Kusumaatmadja

Salinan sesuai dengan aslinya
Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup
Bidang Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian

ttd.
Hambar Martono

Sumber: http://hukum.unsrat.ac.id/lh/menlh_3_1998.pdf di akses tanggal 13 Maret 2010 07.39
______________________________________

KEBIJAKAN MENTRI LH tentang KUALITAS AIR

LAMPIRAN I A
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR : 37 TAHUN 2009
TANGGAL : 31 Desember 2009

PEMANTAUAN KUALITAS AIR


1. Latar Belakang
Salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas air adalah
melalui pemantauan kualitas air. Melalui pemantauan kualitas air akan dihasilkan
data primer yang dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan langkah-langkah
antisipatif serta upaya penanganannya. Agar dapat dihasilkan data yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan kiranya diperlukan beberapa prasyarat antara lain
kelengkapan sarana dan prasarana laboratorium seperti peralatan laboratorium yang
memadai, sumberdaya manusia yang handal dan metode yang tepat. Untuk itu,
kegiatan pemantauan kualitas air lebih difokuskan untuk melengkapi sarana dan
prasarana pemantauan kualitas air

2. Tujuan

Melengkapi sarana dan prasarana pemantau kualitas air agar tersedianya data
kualitas air yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan oleh Kabupaten / Kota.

3. Sasaran

Terpenuhinya sarana dan prasarana pemantau kualitas air di Kabupaten / Kota

4. Output

a. Tersedianya peralatan laboratorium lingkungan;
b. Terbangunnya gedung laboratorium lingkungan;
c. Tersedianya mobil sampling, speed boat yang dirancang khusus untuk sampling
atau mobile lab (laboratorium lingkungan bergerak.

5. Lingkup Pemanfaatan
a. Pembelian peralatan laboratorium;
b. Pembangunan, penyempurnaan dan renovasi gedung laboratorium apabila
belum sesuai dengan persyaratan;
c. Pembelian mobil sampling, speed boat yang dirancang khusus untuk sampling
atau mobile lab (laboratorium lingkungan) bergerak;
d. Perlengkapan gedung laboratorium.

6. Rincian Kegiatan

a. Peralatan Laboratorium Lingkungan
Pengadaan peralatan laboratorium lingkungan merupakan lanjutan dari pengadaan
peralatan laboratorium yang telah dilakukan pada DAK Bidang LH tahun-tahun
sebelumnya sebagai upaya untuk melengkapi peralatan laboratorium lingkungan
terutama untuk pengujian sampel kualitas air.
Dalam pengadaan peralatan tersebut baik bentuk, jenis, merk dan jumlah alat yang
akan diadakan dapat disesuaikan dengan kondisi dan keperluan daerah. Namun
demikian, kualitas peralatan agar tetap diutamakan supaya dapat memenuhi standar
laboratorium lingkungan. Data hasil uji lab yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi. Untuk
itu, dalam pengadaan peralatan tersebut daerah dapat berkonsultasi dengan
PUSARPEDAL - KNLH, Perguruan Tinggi atau lembaga lain yang terkait.
Pengadaan peralatan laboratorium dimaksud tidak termasuk pembelian preparat
atau bahan kimia lainnya yang habis pakai.
Peralatan laboratorium dimaksud terdiri dari:
1). Peralatan sampling air;
2). Peralatan pengujian parameter kualitas air;
3). Peralatan pendukung lainnya seperti : alat ukur, alat timbang, dan peralatan gelas

b. Pembangunan Gedung Laboratorium
Pembangunan gedung laboratorium lingkungan dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan daerah dalam melakukan pemantauan kualitas air dan menyediakan
data kualitas air yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan bangunan laboratorium tidak termasuk pengadaan tanah.. Lingkup
pembangunan laboratorium meliputi renovasi, pengadaan perlengkapan dan
penyempurnaan laboratorium penyelesaian dan penyempurnaan IPAL laboratorium,
halaman parkir, pagar dan penambahan ruang :

(i) Perlengkapan laboratorium
Bagi daerah yang telah memiliki laboratorium, ataupun yang akan membangun
laboratorium dapat melakukan pengadaan atau melengkapi gedung laboratoriumnya
dengan perlengkapan sebagai berikut :
1). Lemari penyimpan peralatan;
2). Lemari penyimpan sampel;
3). Meja laboratorium untuk instrumen
4). Meja harus kokoh, permukaannya dilapisi lapisan yang kedap air, seperti epoksi
atau formika. Jika menggunakan keramik batas-batasnya sebaiknya
menggunakan epoksi/pelapis kedap air
5). Meubelair;
6). Air Conditioner (AC);
Lampiran IA Pemantauan Kualitas Air
Juknis DAK Bidang LH 2010
7). Exhaust-fan;
8). Peralatan kesehatan dan keselamatankerja (K3) di laboratorium termasuk Safety
Shower dan Lemari Asam

(ii) Gedung Laboratorium Lingkungan :
Luas bangunan laboratorium lingkungan minimal 200 m2, sedangkan bentuk fisik
dan bahan baku bangunan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada DAK Bidang LH Tahun 2009 selain untuk pembangunan gedung laboratorium
baru, gedung yang sudah ada dapat pula dilaksanakan penyempurnaan atau
renovasi bangunan gedung laboratorium yang meliputi pembangunan pagar,
pembangunan IPAL laboratorium, pembangunan tempat parkir dan penambahan
ruang.
Ruang bangunan laboratorium lingkungan dapat terdiri dari :
1). Ruang staf;
2). Ruang Kepala Lab;
3). Ruang Adminsitrasi Peneriman Contoh Uji / Sampling;
4). Ruang Penyimpanan Contoh Uji / Sampling;
5). Gudang Bahan Kimia;
6). Ruang UV / VIS dan Ruang GC;
7). Ruang AAS / Voltametri;
8). Ruang Timbang;
9). Ruang Kerja / Analisa Sample dan Lemari Asam;
10). Ruang Gas;
11). Unit Pengolah Limbah Padat Laboratorium.

Contoh Rancangan Gedung Laboratorium Lingkungan
Laboratorium lingkungan dapat memiliki ruangan yang memenuhi persyaratan sesuai
peruntukkannya, antara lain:
a. Ruang penyimpanan contoh uji termasuk contoh uji arsip disesuaikan dengan
kebutuhan denga suhu 40 C + 20C;
b. Ruang timbang yang bebas debu dilengkapi meja bebas getar denga suhu
Ruangan 200C + 30C dan kelembaban 45% - 65% serta disarankan untuk
menggunakan pintu ganda;
c. Ruang preparasi contoh uji dilengkapi meja dengan ukuran minimal lebar 90 cm
tinggi 80 cm dan panjang disesuaikan kebutuhan;
d. Ruang instrumen dengan suhu ruangan 200C + 30C dan kelembaban 45% -
65%, misalnya untuk :
1). Spektrofotometer UV-Vis disarankan berukuran minimal 6 m2
2). AAS/ICP/Hg-analyzer disarankan berukuran minimal 7,5 m2 yang
dilengkapi dengan exhaust fan dan penyimpanan gas harus berada di luar
ruangan;
3). GC/GC-MS/HPLC/IC disarankan berukuran minimal 6 m2 yang dilengkapi
dengan exhaust fan dan penyimpanan gas harus berada di luar ruangan.
e. Ruang mikrobiologi yang dilengkapi dengan ruiang steril dan bebas debu
(Laminar Air Flow Cabinet) untuk pengujian mikroorganisme;
f. Ruang penyimpanan bahan kimia atau standar acuan atau bahan acuan
dengan suhu ruangan dan kelembaban disesuaikan dengan persayaratan;
g. Lemari asam harus digunakan bila preparasi menggunakan bahan kimia pekat
atau pelarut organik yang mudah menguap;
h. Langit-langit, lantai, dinding dan jendela.
Terbuat dari bahan yang kuat, dicat dan debu tidak mudah menempel misalnya
dengan acrylic. Lantai terbuat dari beton dan dilapisi bahan kedap air atau
dilapisi vinyl tahan gores.
i. Kebutuhan tenaga listrik
Kebutuhan tenaga listrik sebesar kurang lebih 10-20 KVA dan tergantung pada
peralatan laboratorium
- untuk peralatan UV/VIS dan TOC masing-masing dubutuhkan 2 GPO (general
purpose outlet) ganda dengan sirkuit yang terpisah;
- untuk AAS : 1 buah GPO dan 1 buah switch berkekuatan cukup besar untuk
exhaust fan dengan menggunakan 1 sirkuit 10A. Juga harus disiapkan 2 GPO
ganda lainnya dengan sirkuit terpisah untuk peralatan penunjang/asesori AAS;
- untuk setiap meja diperlukan 1 buah GPO ganda dan sirkuit tidak melebihi 8
GPO
j. Sistem utilitas bangunan
- Laboratorium harus memiliki sistem penghawaan yang memadai : alami dan
buatan (AC). Ventilasi terbuka mempunyai luas minimal 10% dari luas lantai
dan letaknya bersilangan agar perubahan udara memadai;
- Laboratorium harus memiliki sistem penerangan yang memadai alami (cahaya
matahari) dan buatan (tenaga listrik)
- Laboratorium harus memiliki sumber air bersih yang kontinyu

c. Laboratorium Lingkungan Bergerak (Mobile Lab)
Untuk memudahkan pengambilan sampel dan dapat melakukan, daerah
diperkenankan untuk melakukan pengadaan mobile sampling, speedboat yang
dirancang khusus untuk sampling atau mobile lab (laboratorium bergerak).
Khusus untuk mobile lab berupa kendaraan roda 4 atau lebih rancangannya
sebagaimana gambar 2 dan 3 berikut ini dengan syarat-syarat :
1). Bagian depan sesuai dengan keadaan kendaraan pada umumnya, selain untuk
pengemudi tempat duduk dapat memuat 2 orang lainnya (petugas pengambil
sampel atau petugas laboratorium).
2) Bagian belakang terdiri dari :
• Alas kendaraan dilapisi material PVC yang cukup kuat;
• Bagian belakang samping kanan sejajar pengemudi dibuatkan meja kerja,
ukuran: lebar 30 – 40 Cm, tinggi 50 – 60 Cm, panjang sesuai panjang mobil,
menggunakan bahan anti korosi;
• Bagian bawah meja dibuatkan lemari/rak-rak bertutup untuk penyimpanan
alat-alat pengujian portable, glassware dan bahan kimia, menggunakan bahan
anti korosi dan di disain agar tahan getaran dan goncangan;
• Penempatan kursi lipat, ice-box dan peralatan lainnya agar didisain pada
posisi yang tidak mungkin terlepas pada saat mobil berjalan.
3) Mobile lab (kendaraan roda 4 atau lebih atau speed boat) harus diberi logo
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, (logo KNLH disampaikan dalam
lampiran ini atau dapat di download dari website www.menlh.go.id).

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP

Ttd.
Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS.
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum
Dra. Pudjihastuti
NIP. 19551203 198210 2 001

Sumber: http://www.menlh.go.id/Peraturan/PERMEN/PermenLH37-2009/LampIA-DAKLH-2010.pdf di akses tanggal 13 Maret 2010 07.45

PER-DA KALSEL tentang KUALITAS AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan hidup.
7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali air, laut dan air fosil.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
1. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
2. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
3. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
4. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
5. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
6. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
7. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.

BAB II
WEWENANG


Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f. memantau kualitas air pada sumber air;
g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 3
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air;
c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 4
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.

Pasal 5
Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 6
Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI

Pasal 7
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.

Pasal 8
(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air
Pasal 9
(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 10
(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas pemanfaatan :
a. air minum;
b. air untuk kebutuhan rumah tangga;
c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Bagian Kedua
Baku Mutu Air
Pasal 11
(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung, harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia.
(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil pengkajian peruntukan air.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemantauan Kualitas Air
Pasal 12
Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.

Bagian Keempat
Status Mutu Air
Pasal 13
(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu air.
(2) Status mutu air dinyatakan :
a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air
Pasal 14
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.

Pasal 15
Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16
(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi yang berwenang.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada sumber air tetap dapat dipertahankan sesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya peningkatan mutu air pada sumber air.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air
Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.
Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air
Pasal 19
(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22
(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran
Pasal 23
(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air sasaran.
(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.

BAB VII
PERSYARATAN PERIZINAN
Pasal 24
(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur.
(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan;
c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;
f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan kewenangannya.

BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 25

(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan
Pasal 26
(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan sumber pencemaran.
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi terkait lainnya.

Pasal 27
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

Pasal 28
Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta menanggulangi pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Barangs siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu limbah nasional.
BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN
Pasal 34
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal : 15 Maret 2006

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
H . RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
Pada tanggal 15 Maret 2006

Sumber: Anonim,http://www.kalselprov.go.id/start-download/perda-tahun-2006/51-perda-no-2-tahun-2006,Diakses pada tanggal 12 Maret 2010 10.54



PP No.82 tentang KUALITAS AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 82 TAHUN 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB 1


KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;
4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam air atau ,air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;
14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;
1 7. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok orang dan atau badan hukum ;
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2

(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3

Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang - undangan.

Pasal 4

(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang - undangan .

BAB II

PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 5


(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas bataas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten / Kota.

Pasal 6


Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Pendayagunaan Air

Pasal 7


(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.

Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8

(1) Klasifikasi mutu
air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9

(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada;
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang
bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu Air

Pasal 1 0

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 1 1

(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

Pasal 12

(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13

(1) Pemantauan kualitas air pada
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota;
c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air ;
b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar; maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air.

Pasal 16

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.

Pasal 1 7

(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.

BAB Ill

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang

Pasal 18

(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.

(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten / Kota.

Pasal 19

Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.

Pasal 20

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada
tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air
atau sumber air;
e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu
air.

Pasal 21

(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22



Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.



Pasal 23

(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang�kurangnya 5 (Iima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air ;
c. penetapan rencana tata ruang ;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 27

(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu selambat�lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati / Walikota / Menteri.
(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr serta dampaknya.

Pasal 28

Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29

Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak

Pasal 30

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 31

Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.


Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah aplikasi pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota.
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah
(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Bagian kedua
Pembuangan Air Limbah


Pasal 37


Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air

Pasal 38

(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin
(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan
a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ;
e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.



Pasal 39

(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ;
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)

Pasal 40

(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota .
(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei
(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri

Pasal 42

Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1) meliputi:
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelola lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 44

(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.

Pasal 45

Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.

pasal 46

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2) dan pasal 45 berwenag:
a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;
f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.

pasal 47



Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.


BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal 42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

Pasal 49

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.

Bagian Ketiga
Sanksi Pidana

Pasal 51

Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah ini.

Pasal 53

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air Bupati / Walikota.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Penetapan daya tampung beben pencemaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini

Pasal 55

Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56

(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap berlaku.



Pasal 57

(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

Pasal 58

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan pemerintah ini.

Pasal 59

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO


Anonim. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/dokumen-publikasi/doc_download/95-pp-no82-tahun-2001. Diakses tanggal 12 Maret 2010 03.50